Friday, September 20, 2019

Pongahnya mereka

Berjuta warna berpadu di jagad raya
Berpijar terang benderang menghiasi bumi
Nirwana iri kini ada pesaingnya
Berkutat dengan praha menghantui

Untaian akal berseliweran mengitari kepala
Mengharapkan semua mimpi bersatu padu menghampiri
Akal sehat menghilang bersama ironi yang kian membentang disana
Semuanya semakin bersinar melawan warna
Hamparan nada nada penghias asa pun seakan enggan menepi diantara detik demi detik yang kian beranjak menjauh
Akupun membisu tanpa irama
Hanya kesunyian menemani kini
Aku diam

Sempurnakah mereka yang menghujatku dengan pongahnya?
Ataukah aku hina laiknya bangkai yang tak layak dikebumikan
Haruskah sang empunya kata tak menata irama kata demi kata lewat tutur manis bibirnya
Mereka tak tau apa itu celah tanpa noda
Mereka hanya tau sempurna namun tak bermakna
Hanya hiperbola yang kian menggunung dan siap meledak disetiap menit berlalunya dan mati kemudian

Thursday, September 19, 2019

Tak apa apa

Kau berikan kami senyum lugumu
Kami tak apa apa
Ketika kau tertawa melambai
Kami sungguh tak apa apa
Dan ketika kau menusuk kami lewat belakang
Kami masih tertawa memujamu
Kami masih tak apa apa
Dan akhirnya kau memusnahkan raga kami lewat ceritamu
Kami tidak bisa apa apa

Tak apa apa
Jika memang kaum papa tak berontak
Tak mengapa
Jika para pencari kehidupan bergelut noda
Tak perlu apa apa untuk menghancurkan sebuah bangunan penghalang netramu
Kami tak mau apapun
Kau sesukamu
Kau bicara menggelora
Menggebu gebu bagaikan ikan kena panasnya belanga
Namun itu bukan wujudnya
Tapi kami tak pernah bisa apa apa
Kau dilindungi jubah mewahmu
Kau berdiri dibalik topengmu
Kau bercerita dibalik dindingmu
Kami tetap memujamu

Tuesday, September 17, 2019

Lelah

Aku pernah tertawa menahan gejolak emosi didada
Pernah tersenyum walau tak sampai keujung mata
Pernah terluka seakan itu pelipur lara
Dan terjatuh kesekian kalinya
Aku lelah

Aku pernah berlari bersama senja dan cahaya disana
Pernah bahagia bersama detik detik terakhir yang kupunya
Dan aku rasakan dalam genggaman
Walau akhirnya terlepas dari tanganku
Aku lelah

Aku pernah merasa dipuja bagai dewa
Dipegang lembut bagaikan porselen licin takut pecah
Bagaikan patung mewah tersembunyi dibalik pintu dan menjadi kotor seperti seonggok sampah
Aku lelah

Aku lelah
Berlari mengejar cahaya aku tak sanggup
Menanti waktu yang kian menjauh aku lelah
Bermimpi bersama angin bertiup aku lelah
Sungguh aku tak bisa lagi
Aku lelah kini

Tuesday, September 10, 2019

Seribu alasan

Adakah maknanya hidup namun dipasung sang waktu
Ataukah terlihat bahagia tapi berkejaran dengan waktu yang tak pernah menanti digaris awal
Setiap cerita yang mereka lontarkan takkan pernah kembali dan menjadi sebuah asa

Kita akan selalu merayu jiwa jiwa kehausan akan nafsu dan menusuk bagai jelatang cantik
Kita menghamba bagai si bodoh dipertuankan oleh kekuasaan tirani dan itu akan dipeluk bak permata berharga ditepi jurang sana
Bergelut dengan kata mati pun akan dipuja kini
Kita selalu bagaikan segerombolan binatang buas berbulu domba yang lembut
Tak perlu belati untuk bertahan
Lidahpun mampu membunuh raga

Menanti cahaya

Aku pernah berlari dan terjatuh
Memeluk bumi pun ku tak mampu
Dunia tak mengizinkan daku tertawa sejenak
Apakah topengnya mulai usang dan rapuh
Dan menunjukkan bopengnya hati yang bertaburan kepalsuan
Akankah amarah nantinya melumatku bagai seonggok sampah tak berguna
Ataukah pijaran cahaya ikut membakar dan membuatku hitam membara

Aku pernah tertawa walau ternyata itu tak ikhlas
Tertawa bagai si bodoh yang siap dipasung membodohi jiwa
Berharap itu hanyalah sebuah simfoni penghantar lelapnya situbuh ringkih ketika malam tiba
Menari diantara serpihan serpihan tajamnya lidah menusuk sanubari
Tapi aku tetap menantinya

Saturday, August 17, 2019

Say

Say
Hari ini penuh dengan cerita mereka yang tak pernah berujung
Penuh akan intrik yang semakin mengguning
Tak berhenti walau telah berada di titik akhir
Mereka tetap angkuh

Say
Apakah kau melihat mereka merayuku
Menyentuh ragaku seakan aku dewa yunani
Lihatlah lidah mereka terjulur menjijikkan
Aku hanya diam tanpa bisa beranjak
Mereka bagai medusa yang menghimpit dengan penuh muslihat
Lembut dan mematikan akhirnya
Mereka semakin dalam membelit

Say
Bisakah kau membawaku pergi
Lewati waktu yang serasa tak berhenti kini
Ataukah aku yang telah mati rasa sendiri
Menjauh dari mereka yang bernafsu mengoyakkan ragaku
Kau takkan percaya mereka itu jahat
Mereka indah penuh sensasi menegangkan syaraf
Dunia takluk ditangannya
Aku tak ingin mati

Say
Segeralah mendekat
Jangan berlama lama
Atau aku akan mengering merindukan oase
Aku gersang tanpa setitikpun embun melintasi
Pelangi membuatku silau akan tipuannya
Tak bisa kusentuh walau berada didepan netraku
Aku semakin lemah

Say
Bergegaslah
Aku semakin kedinginan
Aku semakin kaku
Aku tak bisa lagi merasakan ragaku
Cepatlah
Say

Tuesday, August 13, 2019

Sang pemimpi

Pernah kau kau menangis ketika kau tertawa
Ataukah menangis dikala senja temaram mendekat
Ketika angin merayumu dengan lembut namun tak bisa kau genggam
Ataukah cahaya diatas sana yang tersenyum tapi tidak padamu pernahkah

Apakah kau bisa merasakan setiap kisah yang terjadi namun tak bisa kau genggam di hatimu ataupun mimpi sekalipun menghindar darimu
Ataukah mereka hanya berlari melintasi namun tak singgah dihadapanmu kini
Sumpama waktu yang katanya setia padamu ternyata meninggalkanmu dikala gelap tiba
Pernahkah

Siapakah mereka yang kau sebut teman
Siapakah mereka yang memanggilmu saudara
Ataukah mereka keluarga tak bernamamu
Hadir disaat detik terakhirmu memeluk asa
Apakah itu yang kau sebut cinta?

Kapan aku dan kau menjadi kita yang bergandengan melawan hari
Sejak kapan bintang kau sebut bersahabat dengan rembulan
Ataukah air melindungi api yang berpijar
Samakah mereka seperti awan dan mentari disana?
Sepanjang hari yang semakin tua dan membungkuk
Tak mampu lagi membelai dan menggodamu
Dia meremukkan tulangmu dan membuatmu terlelap dalam pergumulanmu seorang disana
Hancur tak bersisa jika kau tetap bertahan
Apakah itu mimpimu yang kau ukir selama ini diatas harapan??
Ataukah kau berkisah kau adalah korban dunia
Dan meraung seolah kau pemenang sidang hakim yang akan bertelut padamu nantinya?
Apakah itu khayalanmu?

Sunday, August 11, 2019

Sebatas rindu

Ketika kutanya bintang kenapa dia bersedih
Ternyata rembulan berkhianat padanya
Ketika kutanya rembulan kenapa dia bersedih
Katanya mega jahat padanya
Apakah salah awan ataukah mentari yang egois berpindah haluan
Mereka tak menjawab
Sudahlah

Ketika aku bertanya pada pohon kenapa dia bersedih
Jawabnya dia kehausan akan air mengalir
Mengapa air tak mengalir katanya awan tak mau mendekat lagi
Hanya sebatas memberi harapan palsu
Angin sepoi sepoi tidak membuatnya lega tapi semakin mencekam
Aku bertanya lagi pada air kenapa dia tak mengalirkan berkatnya
Dia bersenda gurau dan menyalahkan matahari yang terlalu panas
Apakah matahari adalah jahat
Aku tak tahu
Sudahlah

Kenapa pohon bersedih
Mengapa air tak lagi segar
Mengapa angin tak lagi lembut
Apakah itu hanya sebuah kisah penutup malam?

Mengapa bulan tak lagi cerah
Mengapa bintang semakin suram
Mengapa matahari semakin jahat
Apakah mereka berdusta pada mahkluk di jagad raya?

Akh sudahlah

Mereka tidak menyalahkan makhluk lainnya
Mereka tak mencari kesalahan
Hanya rindu kepada kehidupan sebelumnya
Tak tahu kapan akan kembali segar
Apakah reinkarnasi menjawab ataukah tinggal sebuah nama
Aku pun tak tahu
Ahh sudahlah

Wednesday, July 31, 2019

Simfoni pilu

Pernahkah kau melukis pelangi dikala awan sedang gelap dan gersang
Apakah kau mewarnainya dengan kuat seperti tuba dan pekat bagai tinta
Ataukah pelangi memudar karena warnanya disapu oleh hujan yang berlari menjauh ke ujung sana
Akhh biarlah itu menjadi rahasiaNya

Katanya bunga mekar karena penuh cinta dan kasih yang mesra
Biarkan dia berkembang mengikuti mentari dan layu kemudian
Tapi kenapa mereka membunuhnya dan memasukkan kedalam kubangan-kubangan jahat dan membuat sang kembang tak bisa bernafas lembut
Katanya mereka suka aroma semerbak tapi mengapa mereka memberi aroma palsu dan mematahkan harapan yang akan menjadi buah nantinya

Katanya danau itu indah di senja hari dikala sang mentari mendekat
Pijarkan lembayung yang selembut sutra dipenghujung waktu
Pantulkan warna temaram pelembut hati yang gundah gulana
Tapi lihatlah teliti
Banyak borok borok mewah didalamnya
Ada jejak nyata membuat warnanya menjadi gelap
Dikala sang manusia membawa sisa dirinya dan tak merasa berdosa
Mengalir ke ujung hutan dan menghancurkan semuanya
Bagaikan bom waktu yang perlahan mendekat dan sakit

Friday, July 19, 2019

Katanya

Katanya kau akan kaya pabila kau bahagia
Katanya kau kan hebat jika engkau mencoba
Katanya kau bisa menang jika kau datangi
Katanya kau bisa mati jika penasaran melanda
Katanya semua itu hanyalah sebuah simfoni
Katanya apapun itu hanyalah mimpi
Katanya semuanya sebuah cerita usang
Katanya kita tak layak bahagia
Katanya dunia bukan halaman ku
Katanya kau dan aku penumpang gelap tak bermoralkan hati
Katanya siapapun tertawa ketika dipuji sang penjaga raga
Katanya itu semua akan datang disaat kau terlelap
Katanya coba saja sebelum semua musnah tak bertuan
Katanya kau mati akan tertawa
Katanya bahagiamu itu punya semua jiwa
Katanya
Katanya
Katanya
Dan apakah katanya kita layak hidup?
Apakah katanya bahagia itu punya kita tanpa syarat?
Apakah katanya orang mati akan mengubur dirinya sendiri??
Apakah katanya dunia musnah karena dua tangan mungil itu?
Apakah katanya merdeka adalah hak setiap nyawa?
Apakah
Apakah
Apakah semuanya akan berakhir dan menjadi seperti sedia kala?

Wednesday, July 17, 2019

Simfoni kehidupan

Rasanya aku akan tertawa
Menghina dan mencela
Karena lidahku gatal untuk tak berucap kasar
Akhh tak puas aku
Ingin juga ku lampiaskan dendam bagaikan pijaran lava
Panas dan membara
Merah dan membakar raga
Aku sudah tak tahan

Dimana aku akan memulainya nanti
Apakah langsung ke pusatnya ataukah menyiksa perlahan namun penuh emosi
Ataukah aku berpura pura manis lalu menusuknya lembut dibelakang
Entahlah aku pun bingung
Aku pun tak cepat bertindak

Akalku seakan hilang ditarik waktu
Normal pun seperti sebuah pertanyaan apakah itu fakta
Aku hanya mengintip ternyata
Ohh dunia aku duduk dipesakitan tapi kau hanya mencela
Aku tertawa kau jawab gila
Aku menangis kau bilang gila
Aku gila kau sahut benar
Sudahkah itu takdirku nanti
Akupun bingung

Wednesday, May 8, 2019

Lelahku

Bilakah mentari berhenti membakarku
Biarkan awan melingkupi dan jangan kau hentikan
Aku tak kuat lagi bersama hitam
Bagaikan sebuah suratan takdir kurasa
Dan aku tetap diam
Aku tak ingin
Bisakah nantinya aku menanti putih tiba dengan selamat
Berharap menemani dalam setiap kisah yang akan terujar
Jangan lepaskan dan jangan tinggalkan
Aku selalu memohon dan lagi

Saturday, March 2, 2019

Seuntai nada

Maafkan aku buat kisah kemarin
Berikan ampunan pada setiap raga yang berseru
Aku lelah dan gersang kini
Ku telah menghapus warna dengan kejam
Dan menorehnya dengan hitam yang kelam
Ku tepis putih dengan egoku dan semuanya hancur
Aku tetap bersembunyi dibalik topeng yang sudah usang
Namun ego memaksaku untuk bertahan seolah aku tidak mengapa
Aku tak tahu apapun

Aku hanya ingin berkata sejenak
Melepaskan himpitan aral yang kian menjadi jadi
Semakin aku berontak semakin aku terjerat
Durinya menusuk hingga ke kalbu dan semakin perih
Aku lemah dan hampa
Tapi ego memaksa untul tetap berdiri menahan badai
Yang kian menghempas jauh kedaratan ditengah kegersangan jiwa jiwa
Nirwana pun kini sudah tak terlihat oleh netra lagi
Aku tak tahu apapun

Bilamana aku tak menyapa lagi
Maafkan aku
Biarlah ombak yang memberitahu siapaa aku pada dunia
Jangan kau paksa dia bercerita jangan
Hening takkan kau temukan disaat badai bergelora sedang para insan akan lari menghadangnya
Membatasi jiwa dengan dunia fana seolah harapan takkan mati hingga nanti
Aku tak tahu apapun

Friday, February 15, 2019

Matahariku

Sekujur tubuhku merinding memandang cahaya
Terharu akan sapaan rindu ini
Semenjak aku dibelai oleh harapan indah
Membakar semuanya dan semakin berkobar
Aku takkan berhenti disana dan akan terus melaju
Ku ayunkan langkahku dan menghampiri cahaya merona
Aku tak bisa berhenti dan mati

Tiada menggigil lagi sekujur ragaku
Kini menerpa dan membakar semangat yang kian menggunung
Aku dan dia takkan usai dihempas oleh apapun
Takkan mati aku dihela bayu

Tuesday, February 5, 2019

Melati

Melati putih
Si kecil nan semerbak mewangi sepanjang hati
Dekap aku dalam harumnya
Genggam asaku dalam warnamu
Jangan buat aku menangis berduka
Aku tak mau sungguh tak ingin
Bila aku ingkar tampar aku dengan kenyataan
Aku takkan lupa hingga nanti hingga akhir
Seirama nada cinta yang mengalir
Kau hantarkan aromamu menawan hati
Tak bergeming walau ada permata disana karena dia hanya ilusi
Melati putih kecilku pelepas egoku
Adakah aku akan mendapat segalanya
Disaat aku takkan menjadi aku lagi
Bergerak meliuk liuk mengitari cahaya murni
Apakah nyata
Dekap aku
Jangan lepaskan hatiku
Melati putih nan mungilku
Apakah engkau akan selalu ingat akan mimpi?

Friday, February 1, 2019

Sesal

Laraku apakah engkau setia padaku
Selalu melingkupi kala bathin gelisah
Mengejar mimpi apakah pasti
Aku masih terpuruk karenanya
Laraku dimanakah engkau kini
Tak terdengar suaramu memanggil lagi
Apakah engkau masih disisiku dan selalu ada
Dunia kian menjauh dikala aku terjebak ilusi
Aku semakin terpuruk
Laraku haruskah aku mati
Dan kemudian kembali menjadi mimpi lagi
Akupun tak tahu
Laraku akankah aku semakin tinggi dan jauh
Ataukah kegelapan akan setia bersamaku selamanya?
Aku selalu berharap walau matahari akan membakarku

Thursday, January 31, 2019

Emosi jiwa

Aku dalam diamku
Aku dalam sedihku
Aku dalam nadaku
Bergemuruh meliuk-liuk menantang gelora
Prahara menerjang pun aku tak rapuh
Hanyalah emosi menguasai hati
Takkan usai kisahku dihempas badai
Geloranya kian merusak jiwa tapi aku kokoh
Aku dalam heningku
Ikatan ini akan menjadi satu jalinan setia
Tetap ku bersama walau ragaku lepas dari takdirku
Aku hanyalah mimpi
Namun aku penguasa hati
Dan takkan usai hingga kini
Aku dalam malamku

Tuesday, January 29, 2019

Diam

Bilakah semua cerita terulang kembali
Seperti kemarin saat kau pergi dan datang lagi
Aku pikir kau membawa banyu pelepas dahagaku
Ternyata air mata yang kau janjikan padaku
Aku tak mengapa itu suaraku
Tapi bathinku tak pernah setuju aku diam
Seolah telingaku pun ikut tuli dan berpura pura
Akupun tak bersuara tak berirama
Dan aku hanya sekumpulan kata yang bermakna kotor dan membuatmu menjauh dan menjaga jarak
Aku tahu itu dan diam
Aku tahu semuanya akan seperti itu namun aku diam
Ikhlasku tak terbalaskan oleh ucapan aku juga diam
Tak berakal budi diriku disebutnya dan aku diam